Kamis, 25 November 2010

puisi yang baik

 
Bicara sastra Indonesia modern, dikenal angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, angkatan 45, angkatan 66 dan angkatan reformasi.
Perkembangan periodisasi sastra ini identik dengan situasi dan kondisi sejarah bangsa Indonesia, dengan ciri khasnya sendiri-sendiri.
Sastra angkatan 45, banyak muncul puisi kemerdekaan. Kejadian penting bangsa, yaitu detik-detik Proklamasi 17 Agustus 1945 berpengaruh atas semua kegiatan kebudayaan, termasuk kesusastraan. Suasana jiwa dan penciptaan yang sebelum itu amat terkekang, akhirnya mendapat kebebasan yang nyata.
Sastrawan Indonesia waktu itu merasakan sekali kemerdekaan dan tanggung jawab untuk mengisi kemerdekaan dengan karya yang betul-betul mencerminkan manusia merdeka, bebas berkreativitas.
Sastrawan yang merasakan kemerdekaan ini adalah Chairil Anwar, yang menulis bidang puisi kemerdekaan. Ada Idrus, Pramudya Ananta Toer (prosa), Trisno Sumarjo (drama), Asrul Sani, dan Usmar Ismail (film) dan lain-lain. Mereka ini kemudian digolongkan ke dalam sastrawan angkatan 45.
Kehadiran angkatan 45 memandang ke depan untuk mengisi kemerdekaan. Apa yang diungkapkan dalam sastra adalah suasana Indonesia dengan pikiran-pikiran Indonesia yang hidup dalam masyarakat dan zamannya. 
Semangat perjuangan, sikap Chairil Anwar dapat kita nikmati dalam puisi kemerdekaannya yang berjudul Diponegoro, Krawang Bekasi  dan Persetujuan dengan Bung Karnonya.  
Dalam puisi kemerdekaan yang berjudul Diponegoro, terlihat jelas betapa apresiasi sang penyair atas semangat perjuangan pahlawan tersebut dalam melawan kekuasaan penjajah :
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.  

Sedangkan Kerawang-Bekasi adalah salah sebuah kreasi puisi kemerdekaannya, yang tentu saja amat menyentuh perasaan sekaligus menggugah pikiran yang mengobarkan semangat juang dengan segala pengorbanannya.
Sajak itu merupakan suara jiwa pahlawan dengan semangat kepahlawanan yang gugur di medan laga. Semangat yang menggelorakan semangat para pejuang demi membela dan mewujudkan kemerdekaan.
Cobalah amati ketegasannya dalam puisi kemerdekaannya berikut:
Ayo!.  Ayo! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengar bicaramu
dipanggang atas apimu, digarami oleh lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut
Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh (1948) 

Betapa plastis dan puitisnya semangat Revolusi Agustus yang diungkapkan oleh Chairil Anwar dalam puisi kemerdekaannya itu. Suatu pengungkapan kobaran api revolusi yang dinamis dan optimis. Ketegasan sikap dan keberpihakannya juga menjadi anutan banyak penyair, seniman dan sastrawan lainnya
Sayangnya dia mati muda, dalam usia 27 tahun. Kalau saja Chairil Anwar panjang usia, tentunya ia akan lebih gigih dan lebih kreatif lagi dalam bidang seninya mengungkapkan gelora perjuangan bangsa Indonesia selanjutnya, yang tertuang dalam puisi-puisi kemerdekaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar